Rombongan tentara Tajikistan di medan perang. (Sumber) |
Oke, satu lagi artikel yang membahas soal perang yang terjadi di salah satu negara pecahan Uni Soviet. Kalau dulu pihak Republik pernah membahas soal perang Nagorno-Karabakh antara Armenia melawan Azerbaijan - 2 negara yang sama-sama merupakan negara pecahan dari Uni Soviet - maka artikel kali ini akan membahas soal konflik di Tajikistan, sebuah negara eks Uni Soviet yang terletak di Asia Tengah & berpenduduk mayoritas muslim. Well, daripada berlama-lama, langsung saja lanjut ke paragraf berikutnya untuk mengenal lebih jauh soal negara ini...
Tajikistan adalah negara terkecil di kawasan Asia Tengah yang tidak memiliki wilayah laut & luasnya hampir 2 kali lipat provinsi Sumatra Utara. Negara dengan ibukota Dushanbe tersebut berbatasan dengan Uzbekistan di barat, Kirgiztan di utara, Cina di timur, & Afganistan di selatan. Tanahnya didominasi oleh pegunungan & mayoritas penduduknya berasal dari etnis Tajik.
Awalnya merupakan salah satu wilayah penyusun negara poros komunis Uni Soviet, Tajikistan memperoleh kemerdekaan di tahun 1991 usai pecahnya Uni Soviet pada tahun yang sama. Sayang, nasib Tajikistan bisa dibilang mengenaskan karena tak lama sesudah merdeka, negara baru tersebut langsung dihentak oleh perang sipil.
Perang sipil di Tajikistan adalah konflik bersenjata yang berlangsung pada tahun 1992-1997 antara pemerintahan Tajikistan yang berhaluan komunis melawan kelompok pemberontak Oposisi Tajik Bersatu (OTB), sebuah kelompok yang terdiri dari milisi-milisi milik partai-partai oposisi lokal penganut ideologi liberal & Islam. Dalam perang tersebut, pemerintah Tajikistan didukung oleh Rusia & Uzbekistan, sementara pihak oposisi mendapat bantuan dari milisi-milisi mujahidin Islam yang berbasis di Afganistan, Iran, & Pakistan.
Tajikistan seperti yang terlihat pada peta. (Sumber) |
LATAR BELAKANG
Bila ditinjau dari segi politik & demografisnya, Tajikistan secara garis besar terbagi menjadi 2 wilayah utama. Wilayah pertama adalah wilayah Tajikistan barat yang etnis mayoritasnya adalah etnis Tajik & cenderung dekat dengan Uni Soviet sehingga ada banyak simpatisan komunis di daerah tersebut. Wilayah kedua adalah wilayah timur Tajikistan yang didominasi oleh etnis Pamiri.
Sebagai akibat dari wilayah tinggalnya yang terisolasi dari wilayah Tajikistan lain karena adanya barisan pegunungan yang membentang di tengah-tengah Tajikistan, etnis Pamiri pun memiliki budaya & cara pandang yang berbeda bila dibandingkan dengan rakyat Tajikistan di kawasan barat.
Tahun 1991 menyusul krisis internal berkepanjangan yang menimpanya, Uni Soviet akhirnya runtuh & negara-negara bagian penyusunnya - termasuk Tajikistan - memerdekakan diri di tahun yang sama. Pasca merdekanya Tajikistan, Rakhmon Nabiev (atau Nabiyev) yang menganut paham komunis & berasal dari kawasan Leninabad, Tajikistan barat, diangkat sebagai presiden baru negara tersebut.
Tak lama sesudah diangkat sebagai presiden, Nabiev menerapkan kebijakan untuk membatasi ruang gerak dari lawan-lawan politiknya. Kebijakan Nabiev tersebut lantas memunculkan protes dari pihak-pihak berseberangan (umumnya berasal dari kawasan Garm & Gorno-Badakhshan, Tajikistan timur) yang memutuskan untuk melakukan aksi demonstrasi besar-besaran sejak bulan Maret 1992.
Pada periode yang kurang lebih bersamaan, sejumlah anggota milisi Islam (mujahidin) yang bermukim di Afganistan mulai berbondong-bondong pergi menuju Tajikistan. Para mujahidin itu sendiri banyak yang aslinya memang berasal dari Tajikistan, namun secara diam-diam menyeberang ke Afganistan & membantu mujahidin-mujahidin setempat ketika Uni Soviet menginvasi Afganistan di tahun 1979.
Ketika Uni Soviet pada akhirnya runtuh & Tajikistan merdeka inilah, mereka memutuskan untuk mendirikan partai politik baru bernama Partai Renaisans Islam (PRI) di negara asalnya dengan harapan bisa menerapkan ideologi Islam di ranah politik Tajikistan.
Bulan Mei 1992, Presiden Nabiev membentuk kelompok Pengawal Presiden yang anggotanya terdiri dari simpatisan-simpatisan komunis dari kawasan Kulyab, Tajikistan selatan. Salah satu tujuan dari pembentukan kelompok Pengawal Presiden adalah untuk membubarkan paksa demonstrasi anti pemerintah.
Namun bukannya berhasil meredam aksi demonstrasi dari pihak lawan, yang terjadi kemudian justru adalah pecahnya kerusuhan besar antara kelompok pendukung & penentang rezim Tajikistan. Pasca kerusuhan besar tersebut, konflik politik di Tajikistan semakin berlarut-larut sehingga pecahnya perang sipil pun hanya tinggal menunggu waktu.
Milisi pemberontak Tajikistan. (Sumber) |
BERJALANNYA PERANG
Adu Kuat di Dushanbe
Bulan Mei 1992, perang sipil di Tajikistan akhirnya pecah menyusul timbulnya kontak senjata antara pasukan simpatisan pemerintah melawan pasukan dari sayap militer milik partai-partai oposisi di Dushanbe, ibukota Tajikistan.
Awalnya pasukan oposisi berada di atas angin & berhasil memaksa pemerintahan rezim Nabiev untuk membentuk koalisi pemerintahan yang sebagian anggotanya berasal dari partai-partai oposisi. Seiring berjalannya waktu, pihak oposisi menjadi semakin dominan di tubuh pemerintahan & bahkan sempat memaksa Presiden Nabiev untuk meletakkan jabatannya di bawah todongan senjata pada bulan September 1992.
Ketika kondisi politik Tajikistan semakin tidak menguntungkan bagi kubu Nabiev & pendukungnya, Rusia memutuskan untuk mengirim pasukan ke Tajikistan lewat wilayah Uzbekistan. Hasilnya, di bulan Desember 1992 pasukan oposisi berhasil dipukul mundur keluar Dushanbe & rezim komunis Nabiev kembali menjadi rezim yang berkuasa di Tajikistan.
Tak lama kemudian, parlemen Tajikistan menggelar pemilu di mana hasilnya, Emomali Ramon yang berasal dari wilayah Kulyab - wilayah yang rakyatnya juga merupakan simpatisan eks Presiden Nabiev - terpilih sebagai presiden baru Tajikistan. Di pihak lawan, pihak-pihak oposisi yang baru dipukul mundur memutuskan untuk menggabungkan diri & membentuk kelompok baru yang bernama Oposisi Tajik Bersatu (OTB).
Pihak oposisi sendiri bukannya tanpa bantuan asing sepenuhnya. Setelah pasukan gabungan Rusia & Tajikistan berhasil mengusir pasukan oposisi keluar Tajikistan, pasukan oposisi lantas memanfaatkan Afganistan - negara tetangga Tajikistan di selatan - sebagai markas barunya. Tak hanya itu, banyak pula anggota mujahidin Afganistan yang secara sukarela ikut bergabung dengan pasukan oposisi Tajikistan. Kebetulan jumlah etnis Tajik di Afganistan memang cukup banyak mengingat etnis Tajik adalah etnis terbesar kedua di Afganistan setelah etnis Pashtun.
Mundurnya Pihak Oposisi ke Pelosok & Luar Negeri
Kembali ke medan perang di Tajikistan. Pasukan pemerintah Tajikistan yang kini berada di atas angin usai mendapatkan bantuan dari Rusia - beserta Uzbekistan - mulai melancarkan serangan balik kepada pihak oposisi. Memasuki tahun 1993, perang sipil di Tajikistan bisa dibilang mulai memasuki puncaknya di mana kontak senjata antara pasukan pemerintah dengan pasukan oposisi terus terjadi & umumnya mengambil tempat di sebelah selatan kota Dushanbe.
Selama pertempuran berlangsung, pasukan pemerintah Tajikistan & sekutu-sekutunya berhasil mendesak mundur pasukan oposisi & etnis-etnis lokal non-Tajik ke wilayah Afganistan. Usai keberhasilan memukul pasukan oposisi keluar Tajikistan, pihak Rusia menambah jumlah pasukannya di Tajikistan & menempatkannya di sepanjang perbatasan Tajikistan-Afganistan dengan tujuan mengantisipasi kemungkinan serangan balik pasukan oposisi dari balik perbatasan.
Pasukan Rusia di Tajikistan. (Sumber) |
Mayoritas dari pasukan penjaga keamanan yang ditempatkan di perbatasan Tajikistan & Afganistan sendiri berasal dari etnis Tajik, namun petinggi-petingginya berasal dari etnis Rusia. Sejak itu, kondisi keamanan Tajikistan mengalami peningkatan yang pesat, namun konflik-konflik skala kecil di perbatasan Tajikistan & Afganistan masih kerap terjadi. Selain di perbatasan selatan Tajikistan, konflik skala kecil juga kerap timbul di daerah otonomi khusus Gorno-Badakhshan, Tajikistan timur.
Tak banyak yang bisa dilakukan pasukan keamanan Rusia & Tajikistan untuk meredam konflik di sana karena sejak tahun 1992, pemerintah pusat Tajikistan sudah berjanji kepada pemimpin kawasan Gorno-Badakhshan untuk tidak mengirimkan pasukan ke kawasan tersebut. Sebagai gantinya, pemimpin kawasan Gorno-Badakhshan pun diberi kebebasan lebih untuk mengelola wilayahnya & diharapkan bisa meredam aksi-aksi perlawanan bersenjata yang dilakukan oleh pasukan oposisi di kawasan tersebut.
Berjalannya Proses Perdamaian
Secara tidak resmi, perang sipil di Tajikistan sebenarnya bisa dibilang sudah berakhir sejak tahun 1993 karena sejak tahun itu, intensitas konflik di Tajikistan mengalami penurunan tajam kendati konflik-konflik skala kecil memang masih kerap terjadi. PBB pun akhirnya memutuskan untuk mulai ikut menengahi konflik antara pemerintah pusat Tajikistan dengan pihak oposisi.
Sejak bulan April 1994, perwakilan dari pemerintah pusat & pihak-pihak oposisi dipertemukan beberapa kali untuk membicarakan proses perdamaian. Hasilnya, pada bulan Oktober 1994 pihak-pihak yang bertikai sepakat untuk berhenti berperang untuk sementara waktu.
Bulan November 1994, pemilu presiden yang diboikot oleh pihak-pihak oposisi kembali digelar di Tajikistan. Hasil dari pemilu presiden tersebut bisa ditebak. Emomali Rahmon kembali terpilih sebagai presiden baru Tajikistan. Sebuah referendum untuk merumuskan konstitusi baru sebagai pengganti konstitusi era Uni Soviet juga digelar pada bulan yang sama.
Dalam referendum tersebut, mayoritas rakyat Tajikistan menyetujui usulan konstitusi baru. Pada bulan Desember 1994, Dewan Keamanan PBB juga membentuk suatu tim baru bernama United Nations Mission of Observers to Tajikistan (UNMOT; Misi Pengamat PBB untuk Tajikistan) untuk mengamati perkembangan proses perdamaian di Tajikistan.
Perwakilan OTB dalam perundingan damai. (Sumber) |
Tahun 1997 adalah tahun terpenting dalam proses perdamaian di Tajikistan karena pada bulan Juni di tahun tersebut, pihak pemerintah Tajikistan & koalisi pemberontak OTB sepakat menandatangani perjanjian damai di Moskow, Rusia. Pasca penandatanganan perjanjian tersebut, periode transisi di Tajikistan dimulai.
Para pengungsi Tajikistan mulai kembali ke kampung halamannya. Jumlah pasukan pemberontak OTB mulai dipangkas. Aparat keamanan Tajikistan direformasi. Proses demokratisasi di kawasan tersebut juga mulai ditingkatkan. Bisa dibilang, dicapainya perjanjian damai di Moskow menjadi titik akhir dari perang sipil di Tajikistan.
KONDISI PASCA PERANG
Perang sipil di Tajikistan mengakibatkan antara 50.000 - 100.000 orang terbunuh & jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal. Biaya kerugian perang ditaksir mencapai 7 milyar dollar AS. Sebagai akibatnya, Tajikistan yang sebenarnya sejak awal merupakan negara termiskin di kawasan Asia Tengah kondisinya seusai perang menjadi sangat mengenaskan.
Pengangguran yang merajarela membuat kriminalitas & arus imigrasi ilegal menjadi lumrah. Hal tersebut juga diperparah oleh maraknya aktivitas korupsi, kolusi, & nepotisme di tubuh pemerintahan sehingga para pengamat meragukan Tajikistan bisa memulihkan dirinya dalam waktu singkat.
Selain masalah-masalah sosial tadi, Tajikistan pasca perang sipil juga masih sering diwarnai oleh konflik-konflik berskala kecil. Konflik-konflik tersebut biasanya melibatkan kelompok-kelompok suku atau milisi-milisi lokal yang ingin berebut pengaruh.
Kendati demikian, bayang-bayang ketakutan bahwa perang sipil akan kembali meletus semakin terkikis menyusul ditutupnya basis-basis militer OTB di luar Tajikistan & dileburnya sayap militer milik OTB ke dalam keanggotaan tentara nasional Tajikistan. Dengan bantuan finansial dari negara-negara luar, Tajikistan juga mulai membangun fasilitas-fasilitas baru untuk membantu meningkatkan akses pemasaran produk-produknya keluar negeri.
Kita semua tentu berharap agar Tajikistan bisa segera bangkit & meningkatkan kembali kesejahteraan serta rasa persaudaraan rakyatnya meskipun untuk mencapai hal tersebut, jelas dibutuhkan usaha yang gigih & komitmen yang kuat dari pihak-pihak terkait. Yang jelas, perang sipil yang sempat mencabik Tajikistan seharusnya sudah lebih dari cukup untuk memperlihatkan bahwa berperang bukanlah solusi dari masalah yang menimpa mereka & hanya akan menambah tumpukan masalah baru ke depannya. - © Rep. Eusosialis Tawon
RINGKASAN PERANG
Waktu & Lokasi Pertempuran
- Waktu : 1992 - 1997
- Lokasi : Tajikistan
Pihak yang Bertempur
(Negara) - Tajikistan, Rusia
melawan
(Grup) - OTB
Hasil Akhir
- Perang berakhir tanpa pemenang yang jelas
- Kelompok-kelompok penyusun OTB berubah menjadi partai politik legal
- Sayap militer OTB dilebur ke dalam tentara nasional Tajikistan
Korban Jiwa
Antara 50.000 - 100.000 jiwa
REFERENSI
GlobalSecurity.org - Tajikistan Civil War
Institute for the Study of War - Tajikistan and Afghanistan
OnWar.com - Tajikistan Civil War 1992-1994
Wikipedia - Civil war in Tajikistan
Wikipedia - Tajikistan
International Crysis Group. 2001. "Tajikistan : An Uncertain Peace". (file PDF)
COBA JUGA HINGGAP KE SINI...
Ini yang membuat saya ingin membaca bukunya Agustinus Wibowo, "Garis Batas". Isinya tentang perjalannya menjelajahi Asia Tengah. :)
BalasHapusSaya penasaran, seperti apa sih kehidupan di Asia Tengah sana, di negara pecahan soviet...
Ciptakan perdamaian dunia dan janganlah ada perang lagi. Peace
BalasHapusjdi inget agustinus wibowo,berkelana dngri stan.nice post.
BalasHapusSaya WNI yg sebentar lagi akan bertugas di Dushanbe ibu kota Tajikistan. Saya belum boleh membawa keluarga, jadi masih status bujangan. Ada komentar dari penulis tentang keamanan Tajikistan tahun depan berkenaan dg ditariknya pasukan sekutu dari Afganistan?
BalasHapus@ipit
BalasHapusSaya rasa kondisi keamanan Tajikistan tidak akan berubah banyak. Pertama, karena fokus utama dari milisi-milisi anti-pemerintah di Afganistan tetaplah pasukan asing & pemerintah negaranya sendiri. Alias konfliknya akan tetap berlangsung dalam skala lokal
Kedua, konflik di Afganistan mayoritasnya berlangsung di sebelah selatan & timur negara tersebut. Sementara Tajikistan letaknya ada di sebelah utara Afghanistan
Ketiga, selama beberapa tahun terakhir, Tajikistan tidak pernah lagi terkena konflik internal berskala besar