Seekor semut yang sedang menggotong bangkai kawannya. (Alex Wild / npr.org) |
Coba berpikir, kita sedang berjalan-jalan & kemudian di jalan bertemu mayat dalam kondisi utuh yang terbaring di jalanan. Sekarang pertanyaannya, bagaimana kita tahu bahwa orang itu adalah mayat jika kondisinya masih utuh & belum rusak?
Jika hanya melihatnya, kita mungkin berpikir itu hanya orang yang sedang tidur di jalan bukan? Dan ketika orang itu mengeluarkan bau busuk setelah beberapa lama di sana, barulah kita tahu bahwa orang itu sudah menjadi mayat.
Well, pada semut, kondisinya tidak jauh berbeda. Dalam pengamatannya semasa masih menjadi asisten dosen tahun 1950-an, E. O. Wilson, seorang naturalis terkenal asal AS menemukan bahwa ketika ada seekor semut dalam kondisi utuh mati di dalam sarang, maka bangkai semut itu akan dibiarkan berbaring di sana & tidak digubris oleh teman-temannya yang melewatinya.
Kondisinya baru berubah setelah bangkai tersebut terbaring di sana setelah sekitar 2 hari. Rekannya yang melewati bangkai semut tersebut akan segera mengangkat bangkai itu, membawanya ke luar sarang, & membuangnya ke gunungan yang terbuat dari bangkai-bangkai semut.
Belakangan, Ed - sapaan akrab E. O. Wilson - menemukan bahwa sesudah 2 hari, semut yang sudah mati akan mengeluarkan semacam bau menyengat yang membuat teman-teman semutnya tahu bahwa dia sudah mati.
Ed yang penasaran lalu mencari tahu senyawa apa yang menyebabkan munculnya "bau mayat" dari semut tersebut. Ia kemudian menemukan bahwa bau itu berasal dari senyawa yang bernama asam oleik (oleic acid).
Dalam autobiografinya yang berjudul "Naturalist", Ed kemudian berusaha membuat tiruan senyawa berbau tersebut dari sejumlah komponen kimiawi seperti skatole (komponen dari tinja), trimetilamin (salah satu unsur yang ditemukan pada ikan busuk), & sejumlah asam lemak yang menyebabkan bau apek pada manusia. Setelah melakukan sejumlah pencampuran & perjuangan melawan bau busuk di labnya sendiri, Ed akhirnya berhasil mendapatkan senyawa asam oleik yang ia inginkan.
Ilmuwan E. O. Wilson. (Hugh Patrick Brown / npr.org) |
Setiap kali ia berada di tengah koloni, teman-temannya akan menangkapnya, menyeretnya ke gunungan mayat, lalu melemparkannya ke sana. Hal yang demikian terjadi terus-menerus kepada sang "zombie" setiap kali ia nekat meninggalkan tumpukan mayat tersebut & kembali ke koloninya.
Itulah sebabnya semut sering terlihat saling menyentuhkan antenanya satu sama lain. Itu merupakan caranya untuk berkomunikasi.
Semut juga menghasilkan semacam senyawa berbau (disebut feromon) di mana semut dari koloni & spesies yang berbeda menghasilkan feromon yang baunya berbeda pula. Feromon itu bisa dipakai untuk menandai makanan, membuat jejak, mengenali identitas annggota suatu koloni, & sebagainya.
Lalu, bagaimana nasib "zombie" kita tadi? Oh ya, hampir lupa. Setelah sang "zombie" bersusah-payah membersihkan dirinya selama 1 jam lebih dengan memakai rahang & kakinya, ia akhirnya berhasil menghilangkan bau mayat tersebut & tidak lagi diperlakukan sebagai mayat ketika berada dalam koloni. Well, menjadi zombie memang bukan menjadi hal yang menyenangkan. Termasuk bagi semut. - © Rep. Eusosialis Tawon
KLASIFIKASI SEMUT
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Formicidae
REFERENSI
Krulwich, R.. 2009. "'Hey I'm Dead!' The Story Of The Very Lively Ant".
(www.npr.org/sections/krulwich/2009/04/01/102601823/hey-im-dead-the-story-of-the-very-lively-ant)
Wikipedia. "Ant".
(en.wikipedia.org/wiki/Ant)
COBA JUGA HINGGAP KE SINI...
lucu hehe....
BalasHapusKeren
BalasHapusthanks bang infonya
BalasHapusIlmiah+lucu
BalasHapusKeren... Selain menambah wawasan, seru juga hehe
BalasHapus