Tugu peringatan tank bekas perang Transnistria di Tiraspol, ibukota Transnistria. (thetravelrag.com) |
Transnistria / Transinistria adalah sebutan untuk sebuah wilayah yang terletak di perbatasan Ukraina & Moldova, 2 negara Eropa timur yang dulunya sama-sama merupakan bagian dari negara adidaya Uni Soviet. Tidak banyak yang tahu soal Transnistria karena letaknya yang memang agak terpencil & minimnya pemberitaan soal wilayah ini (plus karena namanya yang cukup sulit buat diingat mungkin? Hehehe...).
Namun, minim pemberitaan bukan berarti wilayah ini tidak memiliki sejarah apapun yang menonjol. Sejarah mencatat bahwa Transnistria adalah salah satu wilayah bekas Uni Soviet yang paling membara tak lama sesudah negara raksasa komunis itu runtuh.
Konflik di Transnistria yang juga dikenal sebagai "perang Transnistria" adalah konflik bersenjata yang terjadi pada tahun 1992 antara tentara Moldova melawan kelompok bersenjata yang menginginkan kemerdekaan Transnistria. Selama perang, masing-masing pihak dibantu oleh milisi & relawan bersenjata dari negara-negara di dekatnya.
Jika Moldova dibantu oleh milisi-milisi dari Rumania, maka para pejuang Transnistria mendapat bantuan dari milisi-milisi Ukraina & Rusia serta tentara Rusia setempat. Akibat perang tersebut, ribuan orang harus kehilangan nyawa & wilayah tersebut juga menjadi sumber sengketa internasional hingga sekarang.
SEKILAS TENTANG MOLDOVA & TRANSNISTRIA
Supaya kita bisa mendapatkan sedikit gambaran soal Moldova & Transinistra, maka ada baiknya kita bahas sedikit soal kedua wilayah tersebut. Moldova adalah wilayah di Eropa timur yang tidak memiliki laut karena diapit oleh Rumania di selatan & Ukraina di utara.
Sebagai akibat dari wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Rumania, maka wilayah Moldova pun memiliki penduduk mayoritas dari etnis Rumania (Roma). Dalam sejarahnya, Moldova beberapa kali ditaklukkan oleh bangsa-bangsa asing sebelum kemudian menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia - kelak menjadi negara komunis Uni Soviet - sejak akhir abad ke-18.
Orang Rusia di lain pihak memiliki sebutan tesendiri untuk Transinistra. Mereka menyebut kawasan tersebut dengan nama "Pridnestrovie" yang jika diartikan, maknanya kurang lebih sama dengan makna dari nama versi bahasa Rumanianya.
Peta dari Moldova & Transnistria (Trans-Dniester). (bbc.com) |
Mungkin ada yang ingin tahu, kenapa bisa ada 2 macam nama dari bahasa yang berbeda untuk kawasan Transnistria? Jawabannya adalah karena wilayah Transnistria memang memiliki komposisi penduduk yang beragam & masing-masingnya memiliki budaya serta bahasanya sendiri-sendiri. Dari sekian banyak etnis yang menyusun Transnistria, ada 3 etnis yang dominan, yaitu etnis Rumania, Rusia, & Ukraina.
Secara garis besar, komposisi penduduk di Transnistria relatif berimbang antara etnis-etnis yang dominan tersebut di mana 1/3 dari total penduduk Transnistria berasal dari etnis Rumania, 1/3 lainnya dari etnis Rusia, & 1/3 sisanya merupakan etnis Ukraina.
Keberagaman etnis di Transnistria sendiri tidak lepas dari kebijakan Kekaisaran Rusia saat menguasai wilayah tersebut. Kala itu, Kekaisaran Rusia memindahkan paksa sebagian penduduk lokal di Transnistria ke daerah lain di wilayah Rusia. Wilayah di Transnistria yang sebelumnya ditempati para penduduk yang dipindahkan itu kemudian diberikan kepada penduduk Rusia yang juga merupakan hasil pemindahan dari wilayah lain.
Kebijakan pemindahan paksa tersebut sendiri dilakukan untuk membuat komposisi penduduk di daerah tersebut lebih beragam etnisnya sehingga peluang daerah tersebut untuk melakukan pemberontakan dengan memanfaatkan sentimen etnis mayoritas setempat bisa ditekan. Namun di sisi lain, kebijakan tersebut ibarat menjadi bom waktu karena berpotensi menimbulkan konflik antar etnis di masa depan ketika Rusia (atau kelak dikenal sebagai Uni Soviet) tidak lagi memiliki kontrol atas wilayah Moldova.
LATAR BELAKANG KONFLIK
Menjelang tumbangnya Uni Soviet di akhir dekade 80-an, berbagai macam gerakan nasionalisme mulai bertumbuhan di wilayah-wilayah Uni Soviet sebagai akibat dari kebijakan politik "glasnost" (keterbukaan politik) yang diperkenalkan oleh Mikhail Gorbachev, presiden Uni Soviet saat itu.
Moldova sebagai salah satu negara bagian Uni Soviet juga tidak luput dari arus gerakan nasionalisme tersebut. Namun khusus untuk Moldova yang berpenduduk mayoritas etnis Rumania, gerakan nasionalisme yang dominan adalah gerakan untuk menyatukan Moldova & negara tetangganya, Rumania, menjadi 1 negara.
Kebetulan saat Uni Soviet masih berdiri, etnis Rusia mendapatkan aneka "keistimewaan" di bidang sosial budaya mengingat pemerintahan pusat Uni Soviet memang didominasi oleh orang-orang Rusia. Sebagai contoh paling sederhana, bahasa & aksara nasional Uni Soviet adalah bahasa & aksara Rusia.
Peta konsep yang menampilkan wilayah Rumania & Moldova yang sudah menyatu. (orthodoxchristianity.net) |
Ketakutan-ketakutan dari etnis Rusia mulai menjadi kenyataan ketika pada tanggal 31 Agustus 1989, parlemen Moldova menyatakan bahwa bahasa & akasa yang hanya boleh digunakan di Moldova adalah bahasa Rumania & aksara Latin - menggantikan bahasa & aksara Rusia yang selama ini dipakai. Setahun kemudian, menyusul terpilihnya orang-orang berhaluan nasionalis ekstrim ke dalam parlemen Moldova, kebijakan "Rumaniasasi" di Moldova jadi semakin kentara.
Merasa khawatir bahwa penyatuan Moldova dengan Rumania akan segera terwujud dalam waktu dekat, etnis Rusia & ukraina yang ada di Transnistria lantas mulai bekerja sama untuk membentengi wilayahnya dari pengaruh etnis Rumania yang mendominasi pemerintah pusat Moldova.
Tanggal 2 September 1990, komunitas Rusia & Ukraina di Transnistria memproklamasikan berdirinya negara Transnistria merdeka dengan nama resmi "Pridnestrovskaya Moldavskaya Respublika" (PMR; Republik Moldova Pridnestrovia). Proklamasi kemerdekaan sepihak tersebut tidak mendapatkan pengakuan, baik dari pemerintah pusat Uni Soviet maupun dari pemerintah Moldova.
Sebagai langkah awal untuk membungkam gerakan kemerdekaan tersebut, pemerintah Moldova sempat mengirim angkatan bersenjatanya untuk menguasai Dubasari, Transnistria tengah, pada bulan November 1990. Upaya tersebut berakhir dengan kegagalan setelah rombongan aparat yang dikirim oleh pemerintah Moldova terlibat konflik dengan penduduk lokal Dubasari yang memblokade jembatan.
Tahun 1991, Uni Soviet yang dilanda krisis internal berkepanjangan sejak beberapa tahun sebelumnya akhirnya dibubarkan & negara-negara bagian penyusunnya - termasuk Moldova - memerdekakan diri di tahun yang sama. Saat memerdekakan diri, pemerintah Moldova juga mengklaim Transnistria sebagai bagian sah dari wilayahnya.
Klaim tersebut ditolak oleh pemerintah Transnistria yang tetap bersikukuh menjadi negara tersendiri yang terpisah dari Moldova. Perbedaan pendapat antara kedua kubu tersebut lantas menjalar ke level akar rumput & akibatnya, aksi-aksi kekerasan berbau sentimen kebangsaan bermunculan di seantero Transnistria hingga akhirnya memuncak menjadi perang terbuka.
Blokade jembatan yang dibuat oleh penduduk lokal Dubasari. (acig.org) |
BERJALANNYA PERANG
Awal bulan Maret 1992, rombongan milisi lokal pro-Transnistria yang dibantu oleh milisi-milisi Cossack dari Rusia menyerang kantor-kantor polisi di Dubasari, Transnistria, menyusul beredarnya kabar bahwa polisi bertanggung jawab atas tewasnya pemimpin milisi setempat.
Tidak lama sesudah insiden itu, pemerintah Moldova lantas mulai menginstruksikan penerjunan aparat keamanan untuk menumpas kelompok-kelompok pro-Transnistria. Rombongan demi rombongan polisi pun mengalir masuk ke Transnistria. Para polisi juga merekrut penduduk lokal yang pro-Moldova untuk membantu mereka memerangi kelompok-kelompok milisi yang pro-Transnistria.
Masuknya sukarelawan dari luar Moldova tak pelak membuat intensitas konflik semakin meningkat, namun situasi di garis depan sendiri relatif tidak banyak berubah. Jika pasukan pro-Transnistria menguasai wilayah Dubasari yang ada di tengah-tengah Transnistria, maka pasukan pro-Moldova menguasai desa-desa yang ada di sekitar Dubasari.
Buntunya alur peperangan di garis depan tidak lepas dari taktik dari masing-masing pihak yang membangun parit-parit perlindungan berpengamanan tinggi di garis depan wilayah kekuasaannya. Hingga beberapa minggu berikutnya, situasi peperangan tidak mengalami perubahan berarti sehingga perang pun kelihatannya akan berakhir tanpa pemenang.
Polisi Moldova yang sedang melatih para calon milisi pro-Moldova mengenai cara menggunakan meriam anti pesawat. (acig.org) |
Merespon situasi tersebut, pada bulan Juni kedua belah pihak akhirnya sepakat untuk berhenti berperang untuk sementara waktu & melakukan perundingan di Bendery, Transnistria barat daya. Upaya perundingan tersebut sayangnya gagal terlaksana setelah pada tanggal 19 Juni 1992, pasukan Moldova memasuki Bendery untuk menduduki wilayah tersebut & menangkap salah satu petinggi milisi Rusia yang ada di sana.
Kabar mengenai kekacauan di Bendery langsung menyebar dengan cepat hingga akhirnya sampai di telinga para anggota pasukan Transnistria. Buntutnya, mereka pun kembali mengangkat senjata & menyerbu pasukan Moldova yang ada di Bendery. Pada periode inilah, perang di Transnistria mencapai puncaknya.
Di hari yang sama, Alexander Rutskoi yang menjabat sebagai Wapres Rusia melalui siaran TV menyerukan agar sisa-sisa pasukan Uni Soviet dari etnis Rusia yang sedang beroperasi di Moldova untuk bersama-sama merebut kembali wilayah Bendery. Seruan tersebut lantas diikuti dengan pergerakan besar-besaran pasukan Rusia ke wilayah Bendery.
Pasukan Moldova yang sedang menduduki Bendery berusaha melawan sekuat tenaga untuk mempertahankan wilayah tersebut, namun pasukan Transnistria yang dibantu oleh pasukan Rusia yang dari segi jumlah personil & persenjataan memang superior terbukti bukanlah lawan yang sebanding untuk pasukan Moldova.
Hasilnya, ketika memasuki awal bulan Juli 1992, pasukan Moldova dipaksa mundur dari Bendery setelah digempur secara terus menerus oleh pasukan Rusia & Transnistria. Dengan jatuhnya Bendery ke tangan pasukan pro-Transnistria, maka pihak Moldova dipaksa mengibarkan bendera putih & perang di Transnistria pun berakhir pada saat itu juga. Diperkirakan jumlah korban tewas akibat perang tersebut mencapai 2.000 orang lebih di mana mayoritasnya berasal dari pihak Transnistria.
Tank pasukan Transnistria. (militaryphotos.net) |
KONDISI PASCA PERANG
Dengan keberhasilan memukul pasukan Moldova keluar wilayahnya, maka Transnistria pun bisa tetap mempertahankan statusnya sebagai negara merdeka dengan nama Pridnestrovie. Kendati demikian, dunia internasional ternyata enggan mengakui kedaulatan Transnistria & tetap menganggap Transnistria sebagai bagian dari wilayah Moldova karena proses pembentukannya yang penuh dengan kontroversi.
Pengakuan kedaulatan atas negara Transnistria merdeka hanya datang dari negara-negara macam Abkhazia, Ossetia Selatan, & Nagorno-Karabakh yang notabene statusnya juga tidak diakui oleh dunia internasional. Karena statusnya yang terisolasi, negara Transnistria pun jadi sangat bergantung kepada Rusia untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan pokoknya.
Keengganan dunia internasional untuk mengakui kedaulatan Transnistria sebenarnya memberikan keuntungan besar bagi Moldova. Terlebih karena isu penyatuan Moldova & Rumania yang selama ini menjadi salah satu alasan pembentukan negara Transnistria tidak terwujud hingga sekarang.
Kendati demikian, pemerintah Moldova nyatanya gagal memanfaatkan keuntungan tersebut untuk merangkul kembali wilayah Transnistria. Penyebab utamanya adalah karena begitu kuatnya pengaruh Rusia terhadap Moldova atas kasus Transnistria. Moldova tidak memiliki wilayah laut & tanahnya miskin akan barang tambang berharga, sehingga negara tersebut masih sangat tergantung akan suplai dari Rusia untuk mencukupi kebutuhan energinya.
Suasana kota Tiraspol beberapa tahun sesudah perang. (marisha.net) |
Bicara soal Rusia, motivasi asli dari Rusia untuk membantu Transnistria sendiri masih simpang siur. Salah satu teori yang timbul adalah Rusia membantu Transnistria karena faktor solidaritas mengingat 1/3 dari populasi penduduk Transnistria berasal dari etnis Rusia.
Namun, teori lain menganggap bahwa Rusia sengaja membantu kelompok pemberontak di Transnistria agar situasi internal Moldova tidak stabil & Moldova tidak jadi menyatu dengan Rumania, negara yang pasca Perang Dingin semakin dekat dengan negara-negara Barat saingan Rusia.
Kekhawatiran utama Rusia mengenai penyatuan Rumania dengan Moldova adalah bila kedua negara tersebut menyatu, maka negara-negara Barat bisa menempatkan pengkalan militernya lebih dekat ke perbatasan barat Rusia & mengusik kondisi internal Rusia. Konflik di Transnistria sendiri terbukti berhasil menggagalkan upaya penyatuan Rumania & Moldova.
Tahun 1997, Rusia sepakat untuk mengakui klaim Moldova atas Transnistria selama negara tersebut tidak menyatu dengan Rumania. Hingga sekarang, Rusia juga masih menempatkan sebagian kecil pasukannya di Transnistria dengan dalih menjaga perdamaian wilayah setempat. - © Rep. Eusosialis Tawon
RINGKASAN PERANG
Waktu & Lokasi Pertempuran
- Waktu : Maret - Juli 1992
- Lokasi : Moldova timur
Pihak yang Bertempur
(Negara) - Moldova
(Grup) - milisi-milisi Rumania
melawan
(Daerah) - Transnistria
(Grup) - milisi-milisi Rusia & Ukraina
(Negara) - Rusia
Hasil Akhir
- Kemenangan Transnistria & sekutunya
- Transnistria menjadi negara merdeka yang tidak diakui dunia internasional
Korban Jiwa
Sekitar 2.000 orang lebih.
REFERENSI
Dailey, E.. 1993. "War or Peace? Human Rights and Russian Military Involvement in the "Near Abroad"".
(www.hrw.org/reports/1993/russia/)
Savceac, O.. 2006. "Transnistria-Moldova Conflict".
(www1.american.edu/ted/ice/moldova.htm)
Stemmer, Anna. 2011. "The Republic of Moldova and the Migration".
(www.kas.de/wf/doc/kas_28724-544-2-30.pdf?110912113847)
Wikipedia. "Moldova".
(en.wikipedia.org/wiki/Moldova)
Wikipedia. "Transnistria".
(en.wikipedia.org/wiki/Transnistria)
Wikipedia. "War of Transnistria".
(en.wikipedia.org/wiki/War_of_Transnistria)
COBA JUGA HINGGAP KE SINI...
baru dengar nama transnistria.
BalasHapusaku di tempatku ada trans sumatra, trans lintas timur sumatra.
semoga mereka ga berperang lagi
ini baru blog bermutu (y) lanjutkan !!
BalasHapuscontent nya mantap bro,...amazing
BalasHapusHidup Rusia.....
BalasHapusmakasih infonya...
BalasHapusSelama Transnistria berada dlm protektorat Rusia, maka Moldova takkan berani utk mengusik Transnistria. Moldova bisa belajar dari pengalaman Georgia yg mengalami kekalahan telak oleh Rusia saat berusaha utk menguasai kembali bekas wilayahnya yg memisahkan diri, Ossetia Selatan & Abkhazia. Hingga kini, baik Moldova maupun Georgia masih memendam dendam & menganggap Rusia telah menjajah sebagian negerinya.
BalasHapusBlok yg bermutu jd tambah wawasan dunia..
BalasHapusLanjut min.
makasih atas infonya sangat membantu, kunjungi http://bit.ly/2Nt4N9P
BalasHapus