CARI

Ansar Dine, Laskar Padang Pasir yang Dimusuhi Dunia



Para prajurit Ansar Dine yang sedang menaiki mobil bak terbuka. (abamako.com)

Mali adalah nama dari sebuah negara di Afrika barat yang tidak memiliki wilayah laut. Negara beribukota Bamako ini juga terkenal karena di negara inilah, terdapat kota kuno Timbuktu yang memiliki banyak peninggalan bersejarah.

Namun selama beberapa tahun terakhir, dunia lebih mengenal Mali sebagai negara yang sedang dicabik konflik di mana konflik tersebut bermula dari pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok MNLA & Ansar Dine. Berhubung pihak Republik sudah pernah membahas soal MNLA, maka dalam kesempatan kali pihak Republik akan membahas soal Ansar Dine selaku peserta lain dalam konflik di Mali utara.

Ansar Dine / Ansar Ad-Din (Pelindung Kepercayaan) adalah nama dari kelompok bersenjata dari Mali utara yang beranggotakan etnis Tuareg & mengusung ideologi Islam garis keras. Awalnya merupakan sekutu dari kelompok separatis MNLA, Ansar Dine & MNLA akhirnya terlibat konflik satu sama lain di mana konflik tersebut akhirnya berhasil dimenangkan oleh Ansar Dine.

Pasca kemenangan tersebut, Ansar Dine sempat menjadi penguasa tidak resmi dari kawasan Mali utara selama berbulan-bulan. Selama berkuasa inilah, Ansar Dine menjalankan hukum agama secara kaku & melakukan penghancuran kepada situs-situs bersejarah yang ada di Mali utara.



LATAR BELAKANG & PEMBENTUKAN

Tuareg adalah nama dari kelompok etnis yang mendiami daerah Mali utara & terkenal dengan pola hidup mengembaranya (nomaden). Namun saat Perancis mulai menguasai daerah Mali, orang-orang Tuareg mulai banyak yang meninggalkan pola hidup nomadennya & hidup di kawasan perkotaan Mali utara.

Saat Mali merdeka, orang-orang Tuareg merasa dipinggirkan karena etnis mereka tidak ikut dilibatkan dalam aktivitas pemerintahan. Tak hanya itu, orang-orang Tuareg juga merasa kalau kebijakan reformasi lahan dari pemerintah pusat Mali bakal mengancam kepemilikan lahan tradisional mereka.

Sikap tidak setuju orang-orang Tuareg terhadap pemerintah pusat Mali akhirnya memuncak menjadi pemberontakan pada tahun 1963, namun pemberontakan tersebut berhasil ditumpas secara brutal dalam waktu singkat. Begitu brutal & berdarahnya penumpasan yang dilakukan sampai-sampai Kapten Diby Sillas Diarra - pemimpin pasukan Mali saat menumpas pemberontakan - mendapat julukan "jagal dari Kidal" (Kidal adalah nama provinsi di Mali utara).

Undang-undang darurat militer juga diberlakukan di Mali utara & penduduk sipil dilarang memasuki daerah tersebut. Sebagai konsekuensinya, penduduk Mali utara pun jadi semakin terisolasi & terpinggirkan.

Peta lokasi Azawad, sebutan lain untuk wilayah Mali utara.

Memasuki dekade 70 & 80-an, Mali utara dilanda kekeringan hebat sehingga orang-orang Tuareg setempat terpaksa mengungsi ke negara-negara sekitarnya, salah satunya ke Libya yang lokasinya berada di sebelah timur Aljazair / Algeria. Mereka yang mengungsi ke Libya lantas ada yang direkrut oleh pemerintah setempat untuk menjadi anggota kelompok milisi "Legiun Islam".

Dengan modal senjata & pelatihan tersebut, orang-orang Tuareg lantas kembali melancarkan pemberontakan di Mali utara pada awal dekade 90-an. Pemberontakan tersebut berakhir pasca perundingan damai yang dilakukan di Aljazair pada tahun 1992, namun kondisi Mali utara sendiri tetap tidak mengalami perubahan berarti & aksi-aksi pemberontakan berskala jauh lebih kecil tetap berlangsung hingga beberapa tahun sesudahnya.

Awal tahun 2011, pecah perang sipil di Libya antara pemerintah Libya yang saat itu dikepalai oleh Muammar Qaddafi melawan kelompok pemberontak NTC. Orang-orang Tuareg juga ikut serta dalam perang tersebut di mana sebagian membela pihak NTC, sementara sebagian lainnya berperang di pihak Qaddafi. Menyusul berakhirnya perang pada bulan Oktober 2011 dengan kemenangan pihak NTC, orang-orang Tuareg tadi lalu kembali ke Mali sambil membawa persenjataan sisa-sisa perang sipil Libya.

Sesampainya di Mali, mereka lalu mendirikan kelompok perlawanan baru yang bernama Mouvement National pour la Liberation de l'Azawad (MNLA; Gerakan Nasional untuk Kemerdekaan Azawad). MNLA sendiri bukanlah satu-satunya kelompok perlawanan yang terbentuk di Mali pasca berakhirnya perang sipil Libya. Pada bulan Oktober 2011, Iyad Ag Ghaly - mantan pemberontak Tuareg di era 90-an - juga mendirikan kelompok perlawanan sendiri dengan nama "Ansar Dine".

Latar belakang pembentukan Ansar Dine tidak lepas dari faktor perbedaan ideologi & sentimen antar klan. Jika MNLA mengusung ideologi sekuler, maka Ansar Dine mengusung ideologi berbasis agama Islam. Sementara dalam hal keanggotaan, jika keanggotaan MNLA didominasi oleh etnis Tuareg dari marga Taghat Melet & Idnane, maka keanggotaan Ansar Dine didominasi oleh marga Ifora yang juga merupakan marga asal Ghaly.


Pasukan MNLA. (Checik Diouara / rfi.fr)


AKTIVITAS ANSAR DINE

Bersekutu Sebelum Bermusuhan

Walaupun konflik di Mali utara sudah meletus sejak bulan Januari 2012, Ansar Dine baru menampakkan aktivitasnya pada bulan Maret 2012 di mana pada bulan tersebut, Ansar Dine menguasai kota-kota di perbatasan Mali & Aljazair.

Setelah berhasil menguasai kota-kota yang ada di sana, Ansar Dine lalu mengeksekusi ratusan tentara & warga sipil Mali yang menentang keberadaan mereka. Masih di bulan yang sama, Ansar Dine juga bekerja sama dengan MNLA untuk memerangi pasukan Mali & menguasai wilayah Mali utara.

Sementara konflik di Mali utara terus berlangsung, timbul aksi protes di Bamako karena pemerintah Mali dianggap tidak mampu meredam pemberontakan di utara. Aksi protes terhadap pemerintah Mali akhirnya memuncak menjadi kudeta militer pada bulan Maret 2012 di mana kudeta tersebut mendapat kecaman dari dunia internasional.

Dengan memanfaatkan situasi tidak menentu di ibukota pasca kudeta & ditarik mundurnya hampir seluruh tentara Mali di utara, Ansar Dine & MNLA lalu melancarkan serangan ke kota-kota penting di Mali utara seperti Timbuktu, Kidal, & Gao. Pada bulan April 2012, seluruh kota penting di Mali utara sudah dikuasai sepenuhnya oleh Ansar Dine & MNLA.

Masih di bulan April 2012, MNLA mendeklarasikan berdirinya negara merdeka Azawad yang wilayahnya mencakup seluruh wilayah Mali utara di mana deklarasi kemerdekaan tersebut tidak diakui oleh dunia internasional.

Ansar Dine juga menyatakan penolakannya atas deklarasi kemerdekaan tersebut karena MNLA ingin memerdekakan Mali utara sebagai negara sekuler. Sebagai akibatnya, hubungan antara Ansar Dine dengan MNLA pun mulai memburuk & keduanya mulai terlibat konflik.

Bulan Mei 2012, Ansar Dine & MNLA akhirnya sepakat untuk melakukan gencatan senjata & mencari solusi bersama untuk mengakhiri perbedaan pandangan antara keduanya. Hasilnya, dicapailah kesepakatan kalau Azawad akan merdeka sebagai negara berbasis hukum agama.

Dari sini, konflik antara Ansar Dine & MNLA nampaknya sudah berakhir sepenuhnya, namun kenyataannya tidak demikian. Konflik antara keduanya kembali menyeruak ke permukaan setelah MNLA membatalkan kesepakatannya dengan Ansar Dine karena khawatir kalau ideologi Ansar Dine yang serupa dengan ideologi Al-Qaeda akan menyulitkan upaya Azawad untuk memperoleh pengakuan internasional.

Dibandingkan dengan MNLA, Ansar Dine sebenarnya lebih inferior karena MNLA memiliki keunggulan dalam hal persenjataan berat & jumlah personil. Namun hal tersebut toh tetap tidak mengecutkan semangat Ansar Dine karena dalam konflik terbarunya dengan MNLA, Ansar Dine kini memiliki sekutu baru : MOJWA.

Pasukan MOJWA. (globalis.se)

Sedikit info, MOJWA atau lengkapnya Movement for Oneness and Jihad in West Africa (Gerakan untuk Keesaan & Jihad di Afrika Barat) adalah kelompok ekstrimis Islam yang beranggotakan mantan anggota Al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM). MOJWA terbentuk karena para anggotanya ingin lebih aktif di wilayah Afrika barat, sementara AQIM selama ini dianggap terlalu fokus melakukan aktivitasnya di wilayah Aljazair.

Masuknya MOJWA (atau MUJAO, kalau dalam bahasa Perancis) ke medan konflik di Mali memberi keuntungan bagi Ansar Dine yang kini memiliki tambahan kekuatan untuk mengimbangi MNLA. Tidak butuh waktu lama bagi MOJWA untuk mendesak MNLA.

Pada akhir Juni 2012, MOJWA berhasil merebut kota Gao & Timbuktu dari tangan MNLA. Lalu pada tanggal 12 Juli 2012, pasukan gabungan MOJWA & Ansar Dine berhasil mengalahkan pasukan MNLA di Ansogo, sekaligus meruntuhkan benteng pertahanan terakhir yang dimiliki MNLA. Mali utara kini berada di bawah kekuasaan Ansar Dine!


Menjadi Penguasa Mali Utara

Pasca keberhasilan mengalahkan MNLA, Ansar Dine mulai menjalankan hukum Islam versinya secara keras di seantero Mali utara. Rokok & minuman beralkohol dilarang peredarannya. Kaum wanita diharuskan mengenakan pakaian burqa yang menyembunyikan tubuh serta wajah mereka & tidak boleh berpartisipasi dalam aktivitas jual beli. Sementara kaum pria harus mengenakan celana yang tidak menutupi mata kaki & membiarkan jenggotnya tumbuh panjang.

Bukan hanya itu, Ansar Dine juga melarang hiburan modern seperti sepak bola, musik, & acara TV. Jika ada yang melanggar, hukuman yang dijatuhkan bervariasi. Mulai dari pemotongan anggota badan hingga hukuman cambuk. Situs-situs bersejarah di Mali utara juga tidak luput dari jangkauan Ansar Dine. Masjid & komplek makam tokoh-tokoh agama setempat dihancurkan karena Ansar Dine menganggap tempat-tempat tersebut menjadi sarana penyembahan berhala oleh para peziarah.

Ansar Dine saat menghancurkan situs bersejarah Timbuktu. (STR / abcnews.go.com)

Tindakan Ansar Dine tersebut tak pelak mengundang kecaman dari UNESCO, organisasi PBB yang menangani masalah pelestarian tempat-tempat bersejarah. Perpustakaan & manuskrip-manuskrip kuno yang ada di Timbuktu juga terancam menghadapi nasib serupa. Namun untungnya, sebelum Ansar Dine berhasil menguasai Timbuktu, sebagian besar manuskrip kuno yang ada di sana berhasil diungsikan lebih dulu keluar Timbuktu.

Karena pemerintah Mali merasa tidak sanggup mengalahkan Ansar Dine & sekutunya sendirian, pemerintah Mali pun terpaksa meminta bantuan kepada negara-negara lain supaya mereka segera melakukan intervensi militer ke Mali utara. Bagaikan gayung bersambut, Perancis merespon permintaan tersebut dengan cara mengirimkan pesawat tempurnya.

Negara-negara Afrika barat atas izin Dewan Keamanan PBB juga ikut ambil bagian dengan cara mengirimkan pasukan daratnya ke Mali utara. Bulan Januari 2013, pasukan udara Perancis akhirnya mulai menggempur markas & armada kendaraan milik kelompok Islamis setempat (termasuk Ansar Dine).

Karena kelompok Islamis tidak memiliki persenjataan memadai untuk menembak jatuh pesawat milik pasukan Perancis, mereka terpaksa mundur dari kota-kota yang sudah mereka kuasai sejak pertengahan tahun 2012. Sebelum mundur, pasukan Islamis sempat membakar sebuah perpustakaan beserta manuskrip-manuskrip kuno yang masih tertinggal di dalamnya.

Pesawat tempur Perancis di Mali. (AFP / dailymail.co.uk)

Mundurnya pasukan Islamis membuat kota-kota yang mereka tinggalkan kini kembali berada di tangan pemerintah Mali. Namun hal tersebut tidak lantas menunjukkan kalau Ansar Dine sudah mengibarkan bendera putih sepenuhnya karena kelompok tersebut masih sanggup melancarkan serangan-serangan sporadis dari kawasan pelosok.

Waktu berlalu, kekuatan Ansar Dine semakin lama semakin menurun akibat kombinasi dari gempuran pasukan koalisi internasional & pembelotan massal anggota Ansar Dine. Kendati demikian, belum ada yang bisa mengajukan klaim meyakinkan kalau Ansar Dine sudah bubar sepenuhnya karena Iyad Ag Ghaly selaku pemimpin Ansar Dine sendiri masih belum tertangkap ataupun terbunuh.

Di pihak yang berseberangan, melemahnya kekuatan pasukan Islamis justru malah dimanfaatkan oleh MNLA untuk kembali melakukan pemberontakan. Mali utara masih harus menempuh jalan panjang yang terjal untuk mendapatkan kembali kedamaiannya...  -  © Rep. Eusosialis Tawon



BIODATA

Nama resmi : Ansar Dine
Tahun aktif : 2011 - sekarang
Area operasi : Mali utara
Ideologi : Islam garis keras



REFERENSI

A. Sanders & M. Mosley. 2012. "A Political, Security and Humanitarian Crisis:
Northern Mali ".
(www.cimicweb.org/cmo/medbasin/Holder/Documents/r018%20CFC%20Monthly%20Thematic%20Report%20%2818-July-12%29.pdf)

BBC. 2012. "Timbuktu shrines damaged by Mali Ansar Dine Islamists".
(www.bbc.com/news/world-africa-18657463)

Cristiani, D.. 2012. "West Africa’s MOJWA Militants – Competition for al-Qaeda in the Islamic Maghreb?".
(www.jamestown.org/programs/tm/single/?cHash=b9b7813821af7b3da2fa786837feca84&tx_ttnews[tt_news]=39234)

Haddadi, A.. 2012. "Northern Mali: Hardline Islamists Ansar Dine Struggle to Impose Sharia Law in Timbuktu".
(www.ibtimes.co.uk/northern-mali-s-islamists-sharia-law-angers-356010)

Morgan, A.. 2012. "The Causes of the Uprising in Northern Mali".
(thinkafricapress.com/mali/causes-uprising-northern-mali-tuareg)

Palus, N.. 2012. "Deal Between Mali Tuaregs, Islamists Breaks Apart".
(www.voanews.com/content/deal-between-mali-tuaregs-islamists-breaks-apart/1146062.html)

Walt, V.. 2013. "Mali: Timbuktu Locals Saved Some of City’s Ancient Manuscripts from Islamists".
(world.time.com/2013/01/28/mali-timbuktu-locals-saved-some-of-their-citys-ancient-manuscripts-from-islamists/)

Wikipedia. "Northern Mali conflict".
(en.wikipedia.org/wiki/Northern_Mali_conflict)
   





COBA JUGA HINGGAP KE SINI...



2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.