Lukisan yang mengilustrasikan Perang Adal-Ethiopia. (World Imaging / wikipedia.org) |
Ethiopia merupakan nama dari negara tanpa wilayah laut yang terletak di Afrika Timur. Di masa kini, orang awam biasanya akan membayangkan Ethiopia sebagai negara miskin yang pernah dilanda bencana kelaparan.
Faktanya, jika kita mundur hingga ribuan tahun sebelumnya, Ethiopia merupakan salah satu negara adidaya setempat karena sebelum abad ke-20, tidak ada bangsa asing yang sanggup menaklukkan Ethiopia. Salah satu contoh dari upaya gagal bangsa asing untuk menguasai Ethiopia terjadi pada abad ke-16 dalam wujud Perang Adal-Ethiopia.
Perang Adal-Ethiopia / Perang Adal-Abyssinia adalah sebutan untuk konflik bersenjata yang berlangsung pada tahun 1529 - 1559 antara Kekaisaran Ethiopia melawan Kesultanan Adal. Semasa berlangsungnya perang, Adal sempat menguasai sebagian besar wilayah Ethiopia sebelum kemudian berhasil dipukul di tahun-tahun terakhir perang.
Di luar Afrika, negara-negara Eropa yang mencakup Portugal & Ottoman juga turut melibatkan diri dalam perang. Keterlibatan negara-negara Eropa tadi lantas menjadikan Perang Adal-Ethiopia sebagai salah satu konflik pertama di Afrika di mana senjata api digunakan oleh pihak-pihak yang berperang.
LATAR BELAKANG
Ethiopia / Abyssinia merupakan negara monarki yang menjadikan Kristen sebagai agama resminya. Sebagai akibat dari lokasinya yang berdekatan dengan Jazirah Arab, sudah sejak lama wilayah di sekitar Kekaisaran Ethiopia ditempati oleh kerajaan-kerajaan Islam. Terhitung sejak permulaan abad ke-15, wilayah di sebelah timur Ethiopia dihuni oleh Kesultanan Adal bentukan etnis Somali setempat.
Namun agama bukanlah satu-satunya penyebab rivalitas antara Ethiopia dengan Adal. Faktor ekonomi juga menjadi penyebab konflik di antara keduanya karena kedua kerajaan tadi sama-sama berambisi memonopoli wilayah pesisir barat Laut Merah mengingat Laut Merah termasuk dalam jalur dagang antara Timur Tengah & India serta Asia Tenggara.
Rivalitas antara Ethiopia & Adal lantas menjadi magnet bagi negara-negara Eropa untuk ikut melibatkan diri dengan memanfaatkan faktor kesamaan agama & kepentingan. Tahun 1509, Ethiopia mengirimkan surat permohonan kepada Portugal supaya Portugal mau mengirimkan pasukan untuk membantu Ethiopia mengalahkan Adal.
Peta Ethiopia & Adal. (timemaps.com) |
Gayung bersambut karena Portugal juga membutuhkan sekutu yang lokasinya dekat dengan Samudera Hindia untuk membantu melindungi jalur dagang yang menghubungkan wilayah Portugal dengan India & Maluku. Di pihak yang berseberangan, Adal mendapat bantuan dari Ottoman karena Ottoman berusaha menggagalkan upaya Portugal mendapatkan komoditas dari Asia secara mandiri.
Sekedar info, selama ini Konstantinopel selaku ibukota Kekaisaran Byzantium menjadi jalur transit bagi komoditas dari Asia yang hendak memasuki wilayah Eropa. Namun menyusul ditaklukannya Konstantinopel oleh Ottoman pada tahun 1453, negara-negara Eropa pun terpaksa mencari jalur alternatif & melakukan pelayaran langsung menuju daerah-daerah penghasil komoditas tadi.|
Tindakan tersebut jelas tidak disukai Ottoman yang ingin menjaga supaya negara-negara Eropa tetap lemah supaya mudah ditaklukkan di kemudian hari. Persaingan antara Ottoman & Portugal dalam memperebutkan jalur pelayaran di Hindia lantas turut merambat ke wilayah timur Afrika dalam wujud Perang Adal-Ethiopia.
BERJALANNYA PERANG
Ethiopia & Adal sudah sejak lama terlibat aksi saling serang. Namun baru pada tahun 1529, konflik berskala besar pecah di antara keduanya setelah pasukan Adal yang dipimpin oleh jenderal kharismatik Ahmad bin Ibrahim Al-Ghazi melakukan invasi ke wilayah timur Ethiopia.
Kaisar Dawit II lalu memimpin sendiri pasukan yang dikerahkan untuk menghentikan invasi Adal. Ketika pasukan dari kedua belah pihak akhirnya saling bertemu di Shimbra Kure pada bulan Maret, pertempuran sengit antara keduanya pun pecah di mana dalam pertempuran ini, pasukan Adal sudah diperkuat oleh senapan hasil impor dari Ottoman.
Karena pasukan Ethiopia yang masih menggunakan senjata tradisional sebelum ini tidak pernah berhadapan dengan senjata api, Pertempuran Shimbra Kure berakhir dengan kemenangan meyakinkan pasukan Adal.
Kaisar Ethiopia, Dawit II. (wikipedia.org) |
Kemenangan tersebut lantas membuat semangat pasukan Adal semakin berkobar. Satu demi satu, wilayah-wilayah di Ethiopia tengah yang mencakup Shewa, Amhara, & Tigray berhasil ditaklukkan oleh pasukan pimpinan Ahmad. Penjarahan merebak di mana-mana. Gereja-gereja yang awalnya berdiri megah dibakar hingga rata dengan tanah.
Penduduk Ethiopia yang kebetulan berada di zona konflik juga tidak luput jadi korban. Sementara yang bisa dilakukan oleh Dawit II & sisa-sisa pengikutnya hanyalah mengungsi ke Biara Debre Damo di Tigray, Ethiopia utara.
Tahun 1540, Dawit II menghembuskan nafas terakhirnya. Putra Dawit II yang bernama Gelawdewos lalu naik menjadi kaisar yang baru & melanjutkan perjuangan Ethiopia melawan amukan pasukan Adal.
Pucuk dicinta ulam tiba. Pada tahun 1541, 400 prajurit Portugis yang bersenjatan senapan & sudah dinanti-nanti sejak lama akhirnya tiba juga di Ethiopia. Bersama, pasukan gabungan Portugis & Ethiopia kemudian melakukan taktik serangan gerilya ke wilayah-wilayah yang sedang dikuasai pasukan Adal & Ottoman. Pilihan taktik yang jitu karena wilayah Ethiopia tengah didominasi oleh pegunungan & masyarakat Ethiopia jelas memiliki pemahaman lebih akan tanah mereka sendiri.
Tanggal 21 Februari 1543 menjadi momen terpenting sekaligus momen penutup dalam Perang Adal-Ethiopia. Pada tanggal tersebut, pasukan Adal yang dipimpin langsung oleh Ahmad & ditemani oleh 200 prajurit senapan Ottoman terlibat pertempuran dengan pasukan gabungan Ethiopia-Portugis di dekat Danau Tana.
Di tengah-tengah pertempuran, prajurit Portugis berhasil menembak Ahmad di bagian dada & menewaskannya. Begitu melihat pemimpinnya tewas, sisa-sisa pasukan Adal kini bagaikan anak ayam kehilangan induk sehingga mereka memutuskan untuk mundur dari Ethiopia. Mundurnya pasukan Adal lalu dimanfaatkan oleh Gelawdewos untuk menguasai kembali wilayah Ethiopia yang sebelumnya berada di bawah kendali Adal.
Patung Ahmad di Mogadishu, Somalia. (somalitalk.com) |
Tewasnya Ahmad ternyata tidak lantas menjadi akhir dari perang karena istri Ahmad yang bernama Bati Del Wambara masih menyimpan dendam atas kematian suaminya. Maka, Bati kemudian menikahi Nur bin Mujahid & meminta Nur mengirimkan pasukannya untuk menginvasi Ethiopia. Perang pun terus berlanjut di mana pada tahun 1559, pasukan Ethiopia sempat berhasil menguasai Harar, ibukota Adal.
Namun di tahun itu pula, Gelawdewos menemui ajalnya setelah ia terbunuh di medan perang. Kepada Gelawdewos lalu ditusuk di atas kayu oleh pasukan Adal sebelum kemudian diparadekan di seantero Harar. Beberapa tahun sebelumnya atau tepatnya di tahun 1557, pasukan Ottoman juga berhasil menguasai kota pesisir Mitsiwa / Massawa sehingga akses utama Ethiopia menuju laut menjadi tertutup.
KONDISI PASCA PERANG
Tidak diketahui secara persis jumlah korban tewas dalam Perang Adal-Ethiopia, namun jumlahnya diperkirakan mencapai ratusan ribu jiwa. Selain korban tewas, dampak negatif terbesar bagi Ethiopia akibat perang ini adalah porak porandanya wilayah mereka sehingga Ethiopia sempat dilanda krisis ekonomi & tidak bisa menjalankan sistem pemerintahan mereka di luar kawasan ibukota secara efektif.
Sudah jatuh tertimpa tangga, dikuasainya kota pelabuhan Massawa oleh Ottoman membuat Ethiopia tidak bisa lagi mengontrol jalur dagang Laut Merah. Melemahnya Adal & Ethiopia seusai perang lantas dimanfaatkan oleh etnis Oromo yang selama ini bermukim di sebelah selatan kedua negara tadi.
Sekedar info, etnis Oromo sudah sejak lama berusaha memasuki wilayah selatan Ethiopia, namun selalu berhasil dipukul mundur oleh pasukan Ethiopia sehingga aksi-aksi mereka pun hanya terbatas pada penjarahan di kampung-kampung. Dengan melemahnya kekuatan Ethiopia & Adal akibat perang, orang-orang Oromo kini bisa bermigrasi secara besar-besaran ke wilayah selatan masing-masing negara & menetap di sana tanpa bisa dihadang.
Peta Oromia, wilayah berpenduduk mayoritas etnis Oromo di Ethiopia. (voanews.com) |
Efek terbesar dari migrasi Oromo utamanya dirasakan oleh Adal karena serangan-serangan yang dilakukan oleh milisi Oromo membuat kesultanan tersebut terus melemah hingga akhirnya mengalami keruntuhan di akhir abad ke-16. Bagi Ethiopia sendiri, walaupun Oromo awalnya menjadi duri dalam daging, banyak orang Oromo yang dalam perkembangannya malah mengadopsi budaya Ethiopia.
Buntutnya, pemerintah pusat Ethiopia mulai melibatkan orang-orang Oromo dalam militer & pemerintahan sehingga wilayah berpenduduk dominan etnis Oromo kembali berada di bawah kendali efektif pemerintah Ethiopia. Sekarang, Oromo merupakan salah satu etnis terbesar di Ethiopia. - © Rep. Eusosialis Tawon
RINGKASAN PERANG
Waktu & Lokasi Pertempuran
- Waktu : 1529 - 1559
- Lokasi : Ethiopia
Pihak yang Bertempur
(Negara) - Ethiopia, Portugal
melawan
(Negara) - Adal, Ottoman
Hasil Akhir
Perang berakhir tanpa pemenang yang jelas
Korban Jiwa
Tidak jelas (sekitar ribuan jiwa)
REFERENSI
Marcus, H. G.. 2008. "Eastern Africa, history of". Encyclopaedia Britannica, Chicago, AS.
Shillington, K..2013. "Encyclopedia of African History". Routledge, Inggris.
T.P. Ofcansky & L. Berry. 1991. "The Trials of the Christian Kingdom and the Decline of Imperial Power".
(memory.loc.gov/frd/etsave/et_01_02.html)
Teklehaimanot, T.. "The Muslim-Christian War (1528-1560)".
(www.ethiopiantreasures.co.uk/pages/rel-war.htm)
Whiteway, R. S.. 1967. "The Portuguese Expedition to Abyssinia". University of Berkeley, AS.
Woodward, G.. 2001. "The Ottomans in Europe".
(www.historytoday.com/archive/ottomans-europe)
COBA JUGA HINGGAP KE SINI...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar