Trenggiling yang sedang menggali tanah. (worldwildlife.org) |
Trenggiling (pangolin) adalah hewan yang pastinya tidak asing bagi kita semua. Ya, itu adalah nama dari hewan yang mudah dikenali dengan melihat tubuhnya yang dipenuhi sisik tebal, kepalanya yang berbentuk mengerucut, & ekornya yang panjang. Walaupun tubuhnya sepintas mirip dengan kadal, trenggiling aslinya bukanlah kadal, melainkan mamalia karena trenggiling berkembang biak dengan cara melahirkan & memiliki kelenjar susu.
Ada 8 spesies trenggiling yang sudah diketahui oleh manusia. Dalam klasifikasi ilmiah, semua spesies trenggiling termasuk dalam ordo Pholidota. Kedelapan spesies tersebut pada gilirannya terbagi lagi ke dalam 3 genus berbeda, yaitu genus Manis, Phataginus, & Smutsia.
Trenggiling memiliki persebaran habitat yang luas & dapat ditemukan di kawasan tropis Afrika & Asia Pasifik. Untuk wilayah Indonesia sendiri, trenggiling yang hidup di wilayah ini adalah spesies trenggiling Sunda (Sunda pangolin; Manis javanicus).
Trenggiling memiliki ukuran yang bervariasi antar spesies. Spesies trenggiling terkecil adalah trenggiling perut hitam (black-bellied pangolin; Phataginus tetradactyla) dengan panjang maksimum 80 cm.
Trenggiling perut hitam. (Joel Gunter / africageographic.com) |
Di lain pihak, spesies trenggiling terbesar memiliki panjang rata-rata 1,5 meter. Trenggiling dengan ukuran jumbo tersebut adalah trenggiling tanah raksasa (giant ground pangolin; Smutsia gigantea) yang habitat liarnya berada di kawasan hutan di sebelah selatan Gurun Sahara, Afrika. Trenggiling memiliki perbedaan fisik antar kelamin di mana pejantan biasanya berukuran sedikit lebih besar daripada betina.
Supaya liang tempatnya beristirahat lebih sulit ditemukan oleh musuh, trenggiling bakal menutupi pintu masuk liang dengan potongan-potongan tanaman. Selain mahir menggali, trenggiling juga bisa berenang & memanjat pohon (kecuali untuk spesies trenggiling tanah raksasa).
Trenggiling adalah hewan insektivora alias pemakan serangga, di mana makanan utamanya terdiri dari semut & rayap. Trenggiling tidak memiliki gigi, namun ia memiliki lidah yang amat panjang & lengket. Dengan lidahnya itulah, trenggiling bisa menelan banyak mangsa sekaligus. Lidah trenggiling bisa memanjang hingga 20 cm lebih (70 cm untuk spesies trenggiling tanah raksasa). Untuk menemukan makanannya, trenggiling mengandalkan indra penciumannya yang tajam.
Trenggiling dengan lidah yang terjulur. (Tswalu Kalahari Reserve / booking.com) |
Saat menemukan sarang semut atau rayap mangsanya, trenggiling akan menggunakan cakar depannya untuk menggobrak abrik sarang & melahap penghuninya. Ketika sarangnya diserang, maka sudah barang tentu semut atau rayap penghuninya bakal melawan dengan gigih.
Namun trenggiling juga memiliki triknya sendiri. Saat serangga mangsanya melawan, trenggiling bisa menutup moncong & daun telinganya. Kulit trenggiling yang bersisik juga menyebabkan hewan ini kebal terhadap gigitan atau sengatan yang dilancarkan oleh serangga makanannya.
BAJU ZIRAH & SENJATA CAKAR
Bicara soal sisik, trenggiling memiliki sisik yang tumpang tindih & menyelubungi hampir seluruh bagian tubuhnya. Bagian perut trenggiling tidak ditutupi oleh sisik, namun memiliki bulu / rambut tipis yang berwarna terang.
Sisik trenggiling terbuat dari keratin, zat yang juga menjadi bahan penyusun rambut & kuku pada manusia. Sisik trenggiling umumnya berwarna kecokelatan sehingga trenggiling juga bisa memanfaatkan sisiknya untuk berkamuflase dengan lingkungan sekitarnya.
Karena trenggiling memiliki sisik yang tebal, trenggiling bisa menggunakan sisiknya sebagai alat pertahanan diri layaknya baju zirah. Supaya pemangsa tidak bisa menyerang bagian perutnya yang lunak, trenggiling juga akan menggulung dirinya hingga nampak seperti bola. Selain menggulung diri, trenggiling juga bisa mengusir pemangsanya dengan cara mencakar atau mengeluarkan cairan berbau menyengat dari duburnya.
Trenggiling yang sedang menggulung diri. (asiliaafrica.com) |
Tidak diketahui secara pasti perilaku reproduksi trenggiling di alam liar mengingat mereka sulit diamati di habitatnya langsung. Spesies trenggiling yang tinggal di Afrika & Indonesia sendiri diketahui melakukan perkawinan pada musim kemarau supaya bayinya lahir tepat pada musim penghujan.
Trenggiling normalnya memiliki pola hidup soliter (menyendiri). Namun saat musim kawin, 2 ekor trenggiling bisa menempati liang yang sama. Setelah melakukan perkawinan, betina akan memasuki masa kehamilan selama lebih dari 4 bulan.
Seekor trenggiling betina hanya bisa mengandung 1 hingga 2 ekor bayi. Bergantung dari spesiesnya, induk trenggiling akan menyusui anaknya hingga usia antara 1 - 3 bulan. Hanya betina yang terlibat dalam kegiatan mengasuh anak.
Saat bepergian, bayi trenggiling akan berpegangan pada ekor induknya. Kemudian saat ada bahaya yang datang, induk trenggiling akan melindungi anaknya dengan cara mencakar musuh atau menggulung diri sambil memeluk anaknya.
Bayi trenggiling yang baru lahir memiliki sisik yang lunak, namun sisik tersebut akan mengeras seiring berjalannya waktu. Trenggiling mengalami kematangan seksual pada usia antara 1 - 2 tahun. Mereka diperkirakan bisa hidup hingga usia 20 tahun, namun jarang ada trenggiling yang bisa hidup hingga usia sepanjang itu akibat beragam alasan.
Di alam liar, mereka rentan mengalami kematian lebih dini akibat ancaman dari pemangsa, penyakit, & faktor alam lainnya. Sementara kalau di dalam tangkapan, trenggiling juga mudah mengalami kematian akibat stress & kesulitan beradaptasi di tempat tinggalnya.
TERANCAM OLEH MANUSIA
Trenggiling tidak memiliki banyak musuh di alam liar berkat sisiknya yang tebal & perilakunya yang pemalu. Ancaman terbesar bagi trenggiling datang dari manusia. Di Cina, Vietnam, & Afrika, hewan ini banyak dikonsumsi karena sisiknya dipercaya merupakan obat tradisional yang manjur, sementara dagingnya bisa diolah menjadi makanan mewah yang berharga mahal. Sebagai akibatnya, trenggiling pun diburu secara besar-besaran dari habitat liarnya & semua spesies trenggiling sekarang berada dalam kategori terancam punah.
Trenggiling sendiri tergolong sebagai hewan yang mudah diburu karena saat terpojok, hewan ini hanya akan menggulung diri. Begitu berhasil menangkap trenggiling, pemburu trenggiling akan membunuhnya dengan cara merebusnya hidup-hidup.
Trenggiling sendiri sekarang sudah ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi. Namun tingginya harga jual trenggiling & masih kurang konsistennya penegakan hukum di lapangan menyebabkan aktivitas penyelundupan & perburuan trenggiling tetap berlangsung secara sembunyi-sembunyi.
Induk trenggiling & anaknya. (Firdia Lisnawati / mainichi.jp) |
Faktor stress & tidak terbiasa dengan makanan kebun binatang diduga menjadi penyebab utamanya. Karena trenggiling yang hidup di dalam tangkapan jarang ada yang berumur panjang, upaya untuk membiakkan trenggiling dalam tangkapan pun jadi sulit dijalankan.
Belakangan, muncul lagi ancaman baru bagi kelestarian trenggiling dalam wujud coronavirus (COVID-19), sejenis virus mematikan yang bisa menjangkiti manusia & pertama kali mewabah di Cina pada akhir tahun 2019.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh 2 orang ilmuwan dari Universitas Pertanian Cina Selatan, coronavirus mungkin turut disebarkan oleh trenggiling - serta kelelawar - karena genetik dari virus yang ditemukan pada trenggiling memiliki kemiripan hingga 99 persen dengan coronavirus.
Masih belum diketahui apakah virus yang ada pada trenggiling memang bisa menular ke manusia secara langsung. Namun temuan ini sudah menimbulkan kekhawatiran tersendiri di kalangan ilmuwan sekaligus pelestari trenggiling.
Mereka khawatir jika informasi ini dirilis ke publik tanpa dibarengi dengan penjelasan yang memadai & dapat dipertanggung jawabkan, informasi ini hanya akan menimbulkan kepanikan massal sehingga masyarakat kemudian malah membunuh setiap trenggiling yang mereka jumpai di alam liar. - © Rep. Eusosialis Tawon
DAFTAR SPESIES TRENGGILING
Trenggiling di Asia
- Trenggiling Cina (Manis pentadactyla)
- Trenggiling Filipina (Manis culionensis)
- Trenggiling India (Manis crassicaudata)
- Trenggiling Sunda (Manis javanica)
Trenggiling di Afrika
- Trenggiling perut putih (Phataginus tricuspis)
- Trenggiling perut hitam (Phataginus tetradactyla)
- Trenggiling tanah raksasa (Smutsia gigantea)
- Trenggiling Temminck (Smutsia temminckii)
KLASIFIKASI
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Pholidota
Famili : Manidae
REFERENSI
Breen, K.. 2003. "Manis javanica".
(animaldiversity.org/accounts/Manis_javanica/)
Burrell, L.. 2014. "Manis tetradactyla".
(animaldiversity.org/accounts/Manis_tetradactyla/)
CBS News. 2020. "Scientists worry pangolins' coronavirus link could be a new threat to their dwindling population".
(www.cbsnews.com/news/coronavirus-pangolins-fear-could-be-the-endangered-species-next-big-threat/)
Gallagher, C.F.. 2017. "Manis gigantea".
(animaldiversity.org/accounts/Manis_gigantea/)
Gupta, S.. 2018. "For some Indian farmers, pangolin poaching is too lucrative to resist".
(edition.cnn.com/2018/12/03/asia/india-pangolin-hunters-intl/index.html)
Myers, P.. 2000. "Pholidota".
(animaldiversity.org/accounts/Pholidota/)
Pangolin Specialists Group. "Threats".
(www.pangolinsg.org/pangolins/threats/)
Pepper, E.. 2017. "Zoos Take a Step Backward in Pangolin Conservation".
(blogs.scientificamerican.com/observations/zoos-take-a-step-backward-in-pangolin-conservation/)
Weiss, S.. 2020. "Bats, snakes or pangolins? Inside the hunt for the animal behind the coronavirus outbreak".
(www.wired.co.uk/article/coronavirus-bats-snakes-pangolins)
World Pangolin Day. "Pangolin Species".
(www.pangolins.org/8-pangolin-species/)
COBA JUGA HINGGAP KE SINI...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar